Sep 5, 2007

Freedom to be generous

Dua hari berturut turut mata saya tertumpu pada dua tulisan di dua majalah yang berbeda tetapi memiliki pesan moral yang sama. Saya berkali kali menyakinkan diri bahwa hal ini pun bukan suatu kesengajaan, karena apa yang terjadi pada diri kita termasuk ilmu yang akan kita peroleh pun sudah merupakan takdir yang ditentukan-Nya. Dua tulisan, yang satu bertema filantropis (Philantropy) tulisan dari Ratna Megawangi mengutip dari sebuah buku, mengulas ttg makna filantropis atau dermawan, dimana seseorang tidak perlu menjadi kaya untuk menjadi dermawan dan menolong orang lain.

Dicontohkan bagaimana seorang pemuda yang biasa-biasa saja, bila ia mau ia bisa memiliki dan membiayai anak asuh ‘hanya’ dengan menghentikan kebiasaan merokok dan sebagai gantinya uang rokok tersebut dialokasikan untuk membiayai biaya sekolah anak asuhnya. Intinya adalah bahwa untuk menjadi dermawan kita tidak perlu kaya melainkan sedikit usaha dan tentunya niat bulat untuk berbuat baik menolong sesama.

Tulisan kedua yang saya baca mengulas sedikit ttg kisah Anita Roddick pendiri Bodyshop, yang mendonasikan sejumlah pounsterling untuk dana kemanusiaan. Anita memiliki uang untuk disumbangkan dan ia bisa membuat keputusan yang mantap tanpa dihalangi pertimbangan-pertimbangan yang membuatnya ragu melaksanakan niat baik tersebut. Sekalipun mencontohkan Anita, penulis ini juga mengupas bagaimana sebenarnya kita tidak perlu menunggu nunggu menjadi kaya untuk menjadi seorang dermawan sejati.

Dari kedua tulisan ini saya sependapat bahwa memang tidak perlu menjadi kaya untuk menjadi seorang dermawan, karena kekayaan toh tidak menjamin seseorang menjadi dermawan apabila memang kebebasan dalam berderma tidak ada. Masih terbelenggu dengan berjuta-juta alasan yang membelenggu. Semakin kaya pun akan semakin bertambah apalogi dalam diri, ‘saya harus menabung untuk anak-anak’, ’saya harus membiayai orang tua dan adik’ atau ‘saya harus ini,atau saya masih harus membeli itu’ dsbnya berbagai alasan untuk excuse pada diri sendiri. Akhirnya toh semakin kaya bukannya membuat kita semakin dermawan tetapi semakin kehilangan kebebasan diri untuk berderma (freedom to be generous).

*****

Yah, freedom to be generous.
Satu ungkapan di tulisan kedua yang cukup membuat saya merenung. Di era dimana digembar gemborkan berbagai arti freedom/kemerdekaan, apakah kita, anda sudah merdeka? Merdeka untuk menyisihkan dari uang/harta yang anda miliki kepada orang-orang yang membutuhkan? Apakah anda telah memiliki freedom to be generous? Freedom to be philanthropy?

Dalam Islam diatur mengenai zakat yang merupakan landasan untuk ber-philantropi. Hukum ini pun jauh telah eksis sebelum ada ilmu-ilmu filsafat dan ilmu sosial yang berkembang menciptakan berbagai istilah dan definisi. Arti berbagi telah diajarkan jauh sebelumnya. Kita diajarkan bahwa di dalam harta kita terdapat bagian bagi orang-orang dhuafa (“Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian” QS 51:19). Bahkan bukan hanya zakat yang menjadi kewajiban umat Islam untuk berbagi, infak, shodaqoh yang merupakan sunnah pun bisa dijadikan bukti bahwa sebenarnya Islam sangat peduli kepada sesamanya, peduli untuk berbagi dan memerdekakan pemeluknya untuk berderma, yah freedom to be generous. Kita senantiasa diingatkan agar jangan menjadi hamba harta, karena harta yang kita miliki itu pun datangnya dari Allah, dan Allah hanya meminta kita sebagian (catatan: tidak semuanya) untuk kita nafkahkan dijalanNya.

’Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui’.(QS 2:261).

Subhanallah. Itulah balasan bagi seorang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah. Di dunia dia ”hanya” menyumbangkan mungkin ibarat satu bulir nasi, tetapi di akherat balasannya yang akan diterima seratus kali lipat bahkan berlipat-lipat bagi siapa yang Dia kehendaki.

dan mereka tiada menafkahkan suatu nafkah yang kecil dan tidak (pula) yang besar dan tidak melintasi suatu lembah, melainkan dituliskan bagi mereka (amal saleh pula) karena Allah akan memberi balasan kepada mereka yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan” (QS 9:121).

****

Tidaklah ada kerugian sedikit pun dalam menjadi dermawan. Allah sudah menjanjikan dalam banyak firmannya bahwa akan melipat gandakan balasanNya. Lantas kenapa kita melihat tidak sedikit dari kita yang masih belum memiliki ’freedom to be generous’? Masih terbelenggu oleh harta dunia sehingga sulit sekali untuk melepaskannya?

Salah satu sifat manusia ini pun dijabarkan Allah dalam firmannya ”wa innahu lihubbil khoiri lasyadid yang artinya: dan sesungguhnya dia sangat bakhil karena cintanya kepada harta.” (QS 100:8)

Mungkin disamping kita perlu menumbuhkan rasa kepedulian sosial kita pun perlu kembali mengingatkan diri kita, bahwa harta yang baik dinafkahkan di jalan Allah akan menjadi `penerang` jalan kita dan sebaliknya bila kita `bakhil` pelit akan harta kita, maka harta itu akan menjadi penghalang kita mendapatkan kasih, berkah dan rahmatNya.

ada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu." (QS 9:35)

Apalagi yang kita tunggu? Memasuki bulan Ramadhan ini, kita masih berkesempatan insya Allah untuk lebih meningkatkan ketakwaan kita, mari kita bebaskan diri dari belenggu ’kecintaan’ dunia. Mari kita bebaskan diri kita untuk menginfakan harta kita, bersedekah bagi orang-orang yang membutuhkan. Yah miliki freedom to be generous!.

Sept, 2007

No comments: